Bagi kebanyakan orang, makan memang salah satu surga
dunia. Di mana saat makan, semua kesenangan akan makanan terpenuhi. Mememnuhi
cepat mulut dengan aneka makanan-makanan. Mengenyangkan perut.
Tapi nyatanya, ada segelintir orang yang justru tidak
suka makan!
Bagi mereka, makan hanya menghabiskan waktu. Menyita
waktu yang seharusnya bisa mereka pakai untuk aktivitas lain yang lebih
menguntungkan. Kerja. Bagi orang-orang sibuk ini, makan tidak lagi menjadi dewa
mata dan perut.
Bahkan dalam sebuah bacaan, ada seseorang yang ingin
sekali memakai selang infuse selama 24 jam agar tidak repot-repot makan. Karena
baginya, hanya buang-buang waktu saja!
Ada juga yang berkhayal, kenapa kita harus makan? Tidak
bisakah perut ini seperti perut Doraemon yang punya kantong? Bisa dibuka tutup
semaunya. Alhasil tidak perlu waktu lama makan, cukup masukkan langsung lewat
kantong perut yang terbuka. Beres! Kenyang! Tidak menyita waktu! Yesss!
Di lain cerita, ada yang hanya menjadikan makan sebagai
formalitas. Makan sekadar duduk bersama di meja makan. Menatap piring berisi
makanan di depannya. Mengaduk lantas sedikit sekali makan untuk lantas
meninggalkannya cepat. Kerja lagi. Jadi, kalau ada yang tanya, sudah makan?
Sudah! Tadi sudah makan! Makan itu benar-benar hanya formalitas. Tidak ada efek
kenyang.
Dari semua khayalan dan harapan itu, ternyata ada pihak
lain yang justru bersedih. Mereka tidak terbangun dalam “tidur” nyenyaknya
hingga tidak mungkin makan,. Tangan mereka memang terpasang selang infuse
selama 24 jam, berbulan dan bahkan bertahun.
Ada
yang tidak makan seperti biasa, hanya makan lewat saluran makan yang dibuat tim
medis melewati hidung, menjalar di kerongkongan untuk bisa masuk ke lambungnya
secara instan. Sementara yang duduk di depan piring makan tapi tidak makan,
juga banyak.
Tapi, mereka bukan melakukan karena ingin!
Itu semua karena keadaan!
Selang infuse yang terpasang 24 jam berbulan dan bertahun
itu tidak lain karena penderitanya koma. Tidak juga bangun dari tidur
nyenyaknya, Lantas bagaimana bisa makan? Yang makan dengan selang lewat hidung
itu, mereka menderita korosi di lambung, tidak bisa menerima makanan dengan
cara normal. Selalu saja mual bahkan lebih dari itu jika makan dengan cara
bisa. Dan yang duduk di depan pirin makan tapi tidak makan, mereka tidak punya
apa-apa untuk di makan.
Ironis dan miris sekali bukan? Ada dua pihak
bersebrangan! Itulah, bersyukur bersyukur bersyukur tanpa kufur! Makanlah
sewajarnya selagi bisa. Makanlah, nikmati selagi bisa!
Makanlah tanpa rakus. Sekadarnya saja, secukupnya.
Karena, makan yang paling baik bagi seorang muslim adalah sekadar menegakkan
tulang rusuk. Berhenti sebelum kenyang dan makan sebelum lapar. Cukup. Tidak
berlebih. Agar bisa ibadah, bisa aktivitas seperti biasa dengan prima kembali.
Bukankah Allah lebih
menyukai hamba-Nya yang perkasa dari pada yang lemah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar