Sabtu, 30 September 2017

PKI DAN GENERASI MILLENNIAL


“Untuk anak-anak millennial tentu saja mestinya dibuatkan lagi film yang memang bisa masuk ke mereka. Biar ngerti mereka bahaya komunisme. Biar mereka tahu juga mengenai PKI.”

Setuju!!!
Tolong dibuatkan versi baru untuk kami. Versi yang berseri. Kayak AADC ‘kan ada AADC 1 dan 2, Warkop DKI ada yang lama dan ada yang reborn.
Nah, PKI, jangan cuma pemberontakan PKI 65. Tapi juga dibuatkan pemberontakan 26 yang berakibat mengganggu pergerakan nasional kaum muda. Kemudian pemberontakan 48 di Madiun, waktu mereka banyak meregangkan nyawa para ulama dan santri. Itu yang kami butuhkan!
Bapak tahu sendiri, anak muda jaman kami, generasi 90an apalagi setelahnya, banyak yang malas membaca (semoga saya salah). Apalagi untuk membaca buku sejarah. Mungkin, bikin pusing.
Nah kalau dibuat bentuk film ‘kan enak, sesuai dengan gaya hidup generasi muda saat ini yang doyan nobar dan ke bioskop. Jadi, bisa nonton film sejarah seperti nonton Film Habibi dan Ainun, Ketika Cinta Bertasbih, Laskar Pelangi. Bisa masuk deh pesannya ke generasi millennial.
Film PKI yang sekarang diributkan ini, sebenarnya juga membuat kami bertanya-tanya dan banyak tanya pada akhirnya.
Ingin tahu lebih jauh tentang sejarah dan akar PKI. Bagaimana sampai berdiri dan masuk Indonesia? Bagaimana keseharian orang-orang PKI di tengah-tengah masyarakat? Bagaimana awalnya para pemuda dan pemudi tergiur menjadi sukwan dan sukwati untuk PKI? Apa yang PKI janjikan?
Bagaimana mungkin PKI bisa sampai ikut dalam pemilu 55 sedang 7 tahun sebelumnya mereka sudah melakukan pemberontakan besar?  Membunuh ulama, santri, umat muslim yang sedang solat berjamaah, tokoh masyarakat, pejabat, TNI, polisi, pemimpin partai? Loh kok ada yang mau milih, kok bisa diloloskan ikut pemilu? Peringkat 4 lagi.
Kenapa juga PKI sukanya dengan sumur? Pemberontakan 48 dan 65 mereka suka “main” di sumur. Jenazah-jenazah selalu dimasukkan dalam sumur. Apa gaya-gaya PKI selalu begini? Selain menganiaya, memfitnah dan membunuh?

Bukan apa-apa, hanya supaya kami paham saja secara utuh. Tidak setengah-setengah. Karena versi lengkap seperti ini akan sangat sesuai dengan generasi kami yang kritis, meski malas membaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar